Glo gak mau jadi seperti maknya:
kawin, lupa mimpi, and live boringly ever after.
Dia mau ngejar mimpi: bikin pilem.
Mak Gondut yang divonis hidupnya tinggal setahun lagi
bertekad mencari ‘Ucok’ agar Glo bisa kawin and live happily ever after.
Film yang menceritakan tentang pertentangan seorang ibu dan anak perempuannya. Apalagi kalau bukan "jodoh". Ibu yang sangat menginginkan anak gadisnya cepat-cepat menikah karena dia merasa umurnya sudah tidak lama lagi. Demi ucok untuk sang anak, sang ibu rela melakukan apa saja. Ngomel setiap hari agar anaknya lekas kawin, menjodohkannya dengan lelaki-lelaki batak yang sesuai adat, sampai mengiming-imingi uang 1 M untuk mendanai film anaknya "Asalkan, kawinlah kau dengan batak."
Sang anak, Glo, wanita dengan idealisme dan passion hidup yang tinggi tidak ingin menikah sampai cita-citanya terkabul: membuat film kedua dan sukses. Glo tidak ingin seperti Ibunya yang bermimpi tinggi menjadi artis ibu kota terkenal tetapi malah melupakan mimpinya, menikah, punya anak, kemudian menyesal ketika tua. Glo ingin membuktikan kepada ibunya bahwa dia bisa hidup dengan passionnya.
Sang anak, Glo, wanita dengan idealisme dan passion hidup yang tinggi tidak ingin menikah sampai cita-citanya terkabul: membuat film kedua dan sukses. Glo tidak ingin seperti Ibunya yang bermimpi tinggi menjadi artis ibu kota terkenal tetapi malah melupakan mimpinya, menikah, punya anak, kemudian menyesal ketika tua. Glo ingin membuktikan kepada ibunya bahwa dia bisa hidup dengan passionnya.
Film pertama yang dibuat Glo memang sukses tetapi film kedua tidak pernah selesai. "Bikin film pertama sih gampang. Film kedua gue gak boleh main-main lagi, harus profesional." Karena idealismenya itu juga Glo menjasi stres dan galau, film keduanya terus ditolak oleh produser yang beranggapan "Film Indonesia itu yang penting ada banci, hantu dan susu." Glo berteman dengan Niki, lesbian yang sedang hamil yang berprofesi sebagai penjual film bajakan tetapi berpenghasilan dua ratus juta rupiah perbulan dari website pribadinya. Bisa dibilang Niki disini menjadi penasehat utama Glow. Dan Acun, teman pria yang dijadikan artis pada film pertama Glo, terkenal pada masanya, terjerumus pada gaya hidup roket, kemudian jatuh miskin lagi. Lalu akhirnya menjadi karyawan perusahaan sabun multinasional berpenghasilan sepuluh koma dan melupakan citra-citanya menjadi artis dan penyanyi.
Terdengar sangat drama? Saya yakin Anda akan meng-gendre-kan film ini pada daftar komedi setelah menonton. Apalagi nonton bersama orang batak, wah! Pecah sob :D. Film yang sangat jenaka dan banyak mengangkat isu sosialnya orang Indonesia saat ini. Lihat saja dialognya Glo dengan produser diatas yang menyindir perfilman Indonesia yang kualitasnya hanya sekitaran "setan dan susu". Lalu ada juga annoyingnya MLM dibahas, ribetnya claim asuransi di Indonesia, sampai partai politik. Kekuatan filmnya ada pada dialog-dialognya yang lucu dan segar, terlebih lagi menyentil perempuan seumuran saya yang sedang galau-galaunya menghadapi Quarter Life Syndrome.
"Baru tau kutub selatan ada yang punya?" "Didunia ini semua ada yang punya Glo, kau aja yang gak ada!"
"Orang pada butuh makan, gue malah bikin film" "Orang gak butuh makan, tapi harapan""Hidup itu cuma dua, Takut sama Cinta. Lu takut ngejar cita-cita kan? makanya cari aman"
Demi Ucok. Demi Tuhan film ini lucu sekali. Khasnya sang sutradara kalau bikin film dialognya pasti agak berat, berfilosofi, mikir. Kalau kata teman saya, Sammaria Simanjuntak bikin film seperti menyuguhkan sesuatu dengan banyak pilihan kesimpulan. Terserah kita mau ambil yang mana, just free your imagination and judgement. Film indie yang secara tidak langsung menceritakan tentang hidupnya sang sutradara ini, yang peran utama Mak Gondut adalah ibu kandungnya sendiri, dibuat dalam rangka hari ibu. Film berbudget rendah tanpa produser. Di mana dananya diperoleh dari kurang lebih 2500-an orang sebagai coPro (co produser) yang menyumbangkan uangnya sebesar seratus ribu rupiah (dimulai sejak hari ibu tahun lalu).
Nama-nama coPro bisa kita lihat pada poster film yang terpampang di bioskop. Oleh karena itu Sammaria Simanjuntak, ST mencoret namanya sebagai film maker menjadi A film by a mother, a daughter and you. Unik ya? Puji Tuhan akhirnya film satu ini bisa masuk XXI, mungkin karena faktor nominasi dan kemenangan pada FFI 2012 jadi film ini diperhitungkan secara komersil. Congratulation idealisme film indie!
Jika dibandingkan dengan film Sammaria Simanjuntak terdahulu: cin(T)a yang hanya bisa masuk Blitz Megaplex sebagai film indie Indonesia berkualitas, pada sebagian penggemarnya, Demi Ucok mengecewakan secara teknis. Apalagi untuk orang dengan paham keagamaan yang sempit mungkin isu pluralisme menjadi tidak bisa diterima :D buat saya, kekurangan tadi tertutupi dengan kekuatan dialog-dialognya dan teknis film yang kurang tadi jadi terkesan sangat realistis karena efeknya seperti tidak melihat film melainkan seperti sedang melihat anak tetangga yang sedang diomeli dan diceramahi emaknya (padahal mah diri sendiri).
Selesai nonton kami malah diskusi, kenapa sebagian orang tua masih suka mengawini anaknya dengan yang sesuku? Mungkin itu sudah natural defence-nya orang tua, karena sejak jaman purba manusia hidup berkelompok-kelompok dan menganggap keturunannya akan aman pada kelompoknya sendiri. That's true but we are no longer primordial, right? :)
So, yang pengen ngakak-ngakak liat padang bisa kimpoi sama batak, lesbian yang beranak, lalu kelar nonton bawaannya pengen meluk emak. Monggo disimak behind the scenenya.
Nama-nama coPro bisa kita lihat pada poster film yang terpampang di bioskop. Oleh karena itu Sammaria Simanjuntak, ST mencoret namanya sebagai film maker menjadi A film by a mother, a daughter and you. Unik ya? Puji Tuhan akhirnya film satu ini bisa masuk XXI, mungkin karena faktor nominasi dan kemenangan pada FFI 2012 jadi film ini diperhitungkan secara komersil. Congratulation idealisme film indie!
Jika dibandingkan dengan film Sammaria Simanjuntak terdahulu: cin(T)a yang hanya bisa masuk Blitz Megaplex sebagai film indie Indonesia berkualitas, pada sebagian penggemarnya, Demi Ucok mengecewakan secara teknis. Apalagi untuk orang dengan paham keagamaan yang sempit mungkin isu pluralisme menjadi tidak bisa diterima :D buat saya, kekurangan tadi tertutupi dengan kekuatan dialog-dialognya dan teknis film yang kurang tadi jadi terkesan sangat realistis karena efeknya seperti tidak melihat film melainkan seperti sedang melihat anak tetangga yang sedang diomeli dan diceramahi emaknya (padahal mah diri sendiri).
Selesai nonton kami malah diskusi, kenapa sebagian orang tua masih suka mengawini anaknya dengan yang sesuku? Mungkin itu sudah natural defence-nya orang tua, karena sejak jaman purba manusia hidup berkelompok-kelompok dan menganggap keturunannya akan aman pada kelompoknya sendiri. That's true but we are no longer primordial, right? :)
So, yang pengen ngakak-ngakak liat padang bisa kimpoi sama batak, lesbian yang beranak, lalu kelar nonton bawaannya pengen meluk emak. Monggo disimak behind the scenenya.
Website Film Demi Ucok: http://www.demiapa.com/demiucok/
Keren reviewnya...
ReplyDeleteDetil juga komen tentang filmnya...
hihi thank you, tapi gak sekeren yang nonton premierenya bareng mak gondut *iri :)
Delete