Ini semua bertuliskan tentang dia,
Tiga hari yang lalu entah mengapa namanya terlintas dipikiran, menyusul wajahnya, lalu suaranya. Dan yang paling sulit kulupa diantara sifat baiknya adalah isi kepalanya. Dia sangat pintar. Semua hal tentang dia selalu buatku terkesima, tanpa cela. Lalu kupikir kenapa tidak menuliskan sesuatu. Sesuatu tentang dia.
Sebongkah memori yang layak untuk dikenang, ya hanya dikenang.
Dia yang aku sebut cinta pertama.
Kamu tahu, bagi wanita segala hal yang pertama itu selalu berkesan dan sulit dilupakan. Hal sebaliknya berlaku bagi pria.
Aku mengenalnya ketika pindah sekolah dasar, kelas tiga. Bagiku yang hanya murid pindahan dia tak lebih dari sekedar ketua kelas yang dielukan dan punya banyak teman. Berbeda denganku yang asing dan pendiam. Kelas empat, waktunya untuk membaur dengan sekitar, mencetak prestasi dan kenal lelaki.
Ahh ya... pasti menurutmu terlalu dini untuk ku kenal lelaki bukan?
Di kelas, bagiku dia bukan yang paling rupawan. Kulitnya sawo matang dengan perawakan kurus tetapi manis dan sangat percaya diri. Bila dibandingkan dengan tubuhnya, kepalanya terlihat lebih besar - mungkin karena volume otaknya yang berlebih.
Aku ingat saat pertama kali kita dekat, dia selalu mengajakku bercanda, tertawa, lalu berkirim surat. Bertukar foto dan akhirnya menyatakan cinta. Jujur kukatakan, saat itu sebenarnya aku tidak cinta dia. Bahkan aku belum tahu apa itu cinta. Kita belum diajarkan untuk membaca kamus Bahasa Indonesia sehingga aku bisa mencari pengertian didalamnya. Pada tepi buku tebal; dibaris huruf C yang diberi tanda warna merah; halaman sekian; Cinta adalah...
Dan bisa kamu bayangkan anak kecil yang mini-set saja belum punya itu lalu diberi pertanyaan, maukah kau jadi kekasihku? tertulis pada sekerat kertas lusuh itu. Bagaimana mesti menjawab pertanyaan sulit yang jawabannya tidak ada di buku pegangan?.Ahh, memang kamu saja yang pintar. Sudah melangkah maju lebih dulu.
Lalu setiap sore kau datang ke rumah, dengan muka sayu sehabis bangun tidur siang. "Mau belajar bersama", laporku pada orang tua. Mereka iya saja anaknya berubah jadi rajin rupanya. Dan sore itu terulang setiap hari. Yang kita lakukan tidak ada, hanya bercerita. Entah apa saja ceritanya aku tidak ingat.
Sabtu-Minggu kau datang lebih pagi. Seperti ingin mendatangi sanak famili yang jauh, kau berpakaian jauh lebih rapi dengan sebuah topi. Padahal rumah kami tak lebih dari dua kilo meter. Lalu kita berjalan-jalan, mengelilingi komplek besar dibelakang rumah. Entah apa pikiranku saat itu, melihat teman seusiaku sedang asyik-asyiknya bermain lompat tali dan petak umpet. Yang kita lakukan tidak ada, hanya bercerita. Entah apa saja ceritanya aku tidak ingat
Hingga saat kita tidak saling menyapa, kelas enam. Salahku saat itu menyinggung perasaanmu, tidak bisa menjaga hati sehingga kau lari. Tapi kau masih peduli sehingga temanmu menanyakan padaku "apakah kamu masih menyukai dia?". "Aku masih suka kalau dia masih suka", spontan kujawab.
Haha! Cinta kanak-kanak.
Dan bisa kamu bayangkan anak kecil yang mini-set saja belum punya itu lalu diberi pertanyaan, maukah kau jadi kekasihku? tertulis pada sekerat kertas lusuh itu. Bagaimana mesti menjawab pertanyaan sulit yang jawabannya tidak ada di buku pegangan?.Ahh, memang kamu saja yang pintar. Sudah melangkah maju lebih dulu.
Lalu setiap sore kau datang ke rumah, dengan muka sayu sehabis bangun tidur siang. "Mau belajar bersama", laporku pada orang tua. Mereka iya saja anaknya berubah jadi rajin rupanya. Dan sore itu terulang setiap hari. Yang kita lakukan tidak ada, hanya bercerita. Entah apa saja ceritanya aku tidak ingat.
Sabtu-Minggu kau datang lebih pagi. Seperti ingin mendatangi sanak famili yang jauh, kau berpakaian jauh lebih rapi dengan sebuah topi. Padahal rumah kami tak lebih dari dua kilo meter. Lalu kita berjalan-jalan, mengelilingi komplek besar dibelakang rumah. Entah apa pikiranku saat itu, melihat teman seusiaku sedang asyik-asyiknya bermain lompat tali dan petak umpet. Yang kita lakukan tidak ada, hanya bercerita. Entah apa saja ceritanya aku tidak ingat
Hingga saat kita tidak saling menyapa, kelas enam. Salahku saat itu menyinggung perasaanmu, tidak bisa menjaga hati sehingga kau lari. Tapi kau masih peduli sehingga temanmu menanyakan padaku "apakah kamu masih menyukai dia?". "Aku masih suka kalau dia masih suka", spontan kujawab.
Haha! Cinta kanak-kanak.
Dan pada akhirnya, kita menjadi dewasa dengan sendirinya lalu membuat cerita cinta berbeda pada halaman berikutnya.
Aku berlanjut pada sekolah yang biasa saja, sesuai kapasitas otak. Kamu, tentu saja selalu sekolah unggul. Sampai saat inipun kamu tetap jadi yang paling unggul. Jika ada wadah penuh air dan sedikit minyak, dirimu adalah minyak yang sedikit itu. Apapun wadahnya tetap mengapung di tempat yang paling atas. Mungkin suatu saat aku bisa lihat namamu terpampang pada media cetak dengan Headline: Pengharum nama bangsa di negeri orang. Atau mungkin sudah? Doaku untuk kawan pintar kecilku.
Aku berlanjut pada sekolah yang biasa saja, sesuai kapasitas otak. Kamu, tentu saja selalu sekolah unggul. Sampai saat inipun kamu tetap jadi yang paling unggul. Jika ada wadah penuh air dan sedikit minyak, dirimu adalah minyak yang sedikit itu. Apapun wadahnya tetap mengapung di tempat yang paling atas. Mungkin suatu saat aku bisa lihat namamu terpampang pada media cetak dengan Headline: Pengharum nama bangsa di negeri orang. Atau mungkin sudah? Doaku untuk kawan pintar kecilku.
Secuil kisah hidup tentang kekaguman,
tentang dia
kalau sekarang masih suka gak? Hahaha
ReplyDeletesampai sekarang saya kagum dengan sosoknya :)
Deletetulisan ini dibuat 3 hari setelah hari kelahiran dia, saya hanya bisa tersenyum, krn Dia Yang Pertama, Seperti tenggorokan dan udara bagi saya..ketika salah satu jauh,, pasti ga nyaman! tp jgn salah sangka,, saya laki-laki, dan Dia yang Pertama bagi anda, bagi saya adalah teman sejati! salam kenal :)
ReplyDelete13 juli. salam siapapun unknown disana, salam juga untuk teman sejatinya :)
Deletesalam sudah di sampaikan, kami akan bertemu November ini, insya allah! selamat menulis kembali!
Deleteterimakasih :)
Delete