APRIJANTI

story, hobby, and beauty blog

Buku: Pengakuan Eks Parasit Lajang

Kira-kira enam atau tujuh tahun lalu saya ingat betul pernah membaca buku berwarna biru ber-cover wajah seorang wanita di depan wastafel yang terkesan digambar asal saja, seperti dibuat oleh anak SD yang baru bisa menggambar. Karena cover-nya berbeda dari kebanyakan buku yang telah saya baca, saya jadi tergelitik mengambilnya diantara tumpukan buku di tempat penyewaan dekat kampus. Saya pikir ceritanya lucu, tetapi kok judulnya: Seks, Sketsa, & Cerita, "Si Parasit Lajang".

PENGAKUAN EKS PARASIT LAJANG
Penerbit: KPG
Jenis: Novel (Autobiografi)
Tebal: 328 halaman
Harga: Rp 60.000

Saat itu untuk pertama kalinya saya membaca sebuah esai feminis garis keras dengan ide-idenya yang tegas sekaligus lucu. Cerita, unek-unek dan kegelisahan yang dialami penulis dituangkan melalui kumpulan esai tersebut. Secara garis besar isi buku Si Parasit Lajang menceritakan alasan-alasan penulis memilih untuk tidak menikah dan tidak menabukan sex.

Penulis ingin memaparkan kepada pembaca, khususnya masyarakat Indonesia yang masih berbudaya Patriarki, mengenai pemikiran wanita modern Indonesia yang menginginkan kehadirannya diperhitungkan dan setara dengan lelaki. Serta tulisan lainnya ala logika Ayu Utami yang luput dari perhatian kita.

Saya ingat betul ada salah satu judul dalam buku itu membahas tentang fatwa haram wanita yang rambutnya di-rebonding oleh MUI. Saking nge-hits-nya rebonding pada masa itu, MUI mengeluarkan fatwa haram. Lalu Ayu Utami menuliskan, kurang lebih seperti ini, "jika MUI mengharamkan rebonding berarti mereka juga mengharamkan wanita yang menyisir. Bagi saya fungsinya rebonding sama saja dengan menyisir, membuat rambut kelihatan tidak kusut dan rapi namun sifatnya lebih simple dan tahan lama."

Setelah selesai membaca buku ini, seperti habis makan cabai, saya kepedesan sama ide-ide yang disuguhkan Ayu Utami. Pada teman saya yang sangat menggemari tulisan-tulisan Ayu Utami, saya mengatakan, "setiap saya menyelesaikan membaca novel Ayu Utami, saya perlu minum novel / bacaan lain untuk menetralisir." Saya kepedesan.

Dan, setelah tujuh tahun itu, keluarlah buku ini "Pengakuan Eks Parasit Lajang". Pengakuan Eks Parasit Lajang adalah sambungan buku Si Parasit Lajang, sebenarnya ini adalah salah satu dari trilogi kisah nyata Ayu Utami: Si Parasit Lajang, Cerita cinta Enrico, dan Pengakuan Eks Parasit Lajang. Namun saya hanya penasaran dengan buku penutupnya saja. Penasaran ternyata Si Parasit Lajang sudah jadi Eks. Apa dia sudah menikah? O ya, Mbak Ayu sudah menikah karena saya pernah lihat foto sakramen pernikahannya via twitter. Tapi kenapa? Bukankah Ayu Utami ngotot untuk tidak menikah? Daripada menebak-nebak saya memutuskan untuk meminjamnya membacanya saja.

Sinopsis

Ceritanya dimulai ketika tokoh utama dalam novel ini, A, masih kanak-kanak. Hidup dan mengenyam pendidikan di kota hujan. A memiliki Ayah yang sangat galak, maklum dia memiliki wibawa seorang jaksa yang berduit, kontras dengan Ibunya yang lemah lembut seperti bidadari. Ayah A memiliki dua orang kakak yang hidup bersama mereka tetapi berbeda atap. Dinamakannya Bibi kurus dan Bibi gendut. Kedua orang bibi baik menurutnya itu berubah menjadi jahat, tatkala kakaknya bilang, Tante mereka telah mengadu domba Ayah dan Ibunya. Mereka mengatakan kepada Ayahnya bahwa Ibunya selingkuh ketika ayahnya tugas keluar kota, sehingga Ayahnya menjadi murka dan Ibunya menangis. Si A melihat ada yang salah dengan kedua Bibinya yang baik itu. Mereka jahat kepada wanita yang menikah saja karena mereka belum juga menikah. Mereka iri.

Setelah berusia dua puluh dan memasuki jenjang kuliah, A bertekad untuk melepas keperawanannya, A ingin melawan budaya ketidakadilan Patriarki. Menurutnya, mengapa keperawanan sangat diagungkan oleh budaya patriarki, dan seolah-olah dengan tidak perawan wanita menjadi tidak terhormat. Padahal menurutnya vagina adalah organ sama seperti mata, mulut dan telinga. Lalu terjadilah proses pencarian kepada siapa keperawanannya akan diberikan?

Si A punya pacar di kampus, dua sekaligus, tetapi A harus tetap memilih siapa lelaki pertamanya? A memilih Nik, pria selingkuhan dari pacar petamanya. Pada akhirnya A dan Nik terus berpacaran selama kurang lebih 1 dekade. Tetapi A tidak bisa setia kepada lelaki, dia terus saja selingkuh dan menjadi wanita gelap pria beristri. Sampai akhirnya A bertemu dengan Rik, pria yang mendampingi hidupnya sampai saat ini. A pernah menghianati Rik, tetapi kemudian A sadar bahwa lelaki (yang enggan untuk dia setiakan) adalah juga manusia. "Aku bisa menghianati lelaki, tetapi aku tidak bisa menghianati manusia."

Walau A berfikir untuk tidak percaya pada Tuhannya, A tetap senang datang ke gereja dan membaca Alkitab. Pada eranya banyak kejadian gereja-gereja yang diserang oleh segelintir orang yang tidak senang akan keberadaan agama minoritas. A tidak bisa membiarkan ketidakadilan tersebut. A ingin membela komunitasnya, tetapi A tidak punya daya dan pengaruh apa-apa di gereja. Dia merasa bukan orang yang taat, hal itu membuatnya merasa rendah diri untuk membela gereja. Akhirnya, karena hal tersebut, A memutuskan untuk menikah di gereja (tidak secara negara). A menikah dengan satu syarat: tidak ada catatan tertulis di Gereja jika lelaki dan wanita menikah, lelaki yang harus menjadi kepala rumah tangga.
"Tapi percakapan hari itu memberiku pelajaran besar tentang lelaki dan perempuan. Yaitu bahwa ada yang tidak beres dengan nilai-nilai masyarakat. Nilai-nilai yang mengharuskan lelaki menjadi pemimpin perempuan. Lelaki dibebani tuntutan tidak proporsional untuk menjadi lebih dari perempuan. Akibatnya, lelaki jadi gampang minder. Dan perempuan dibebani tuntutan tak adil untuk merendahkan diri demi menjaga ego lelaki. Itu sungguh tidak benar dan tidak adil. Sampai dewasa, sampai hari ini, aku tetap mengatakannya itu sungguh tidak benar dan tidak adil."

Review

Dari review yang saya baca via Goodreads, beberapa pembaca dibuat kesal karena merasa diberi dogma oleh penulisnya. Menurut hemat saya, kenapa kita tidak menikmati saja kisahnya? "Hanya sebatas kisah" itulah yang saya yakini ketika memutuskan untuk membaca buku ini. Saya yakin orang-orang yang tidak mau terikat dogma pasti akan membuat dogmanya sendiri. Tetapi tidak banyak yang bisa menuliskannya sebaik Ayu Utami. 

Mengapa A memilih untuk tidak menikah? Mengapa A memutuskan untuk tidak perawan pada usia 20an? Mengapa A selingkuh? Semuanya terstruktur dan tertulis dengan sangat jujur. Pada novel ini, saya sebut Ayu Utami sebagai pejuang ketidakadilan, dia mengorbankan dirinya sendiri untuk tidak menikah. Keinginan itu bermula ketika dia masih kecil. A kecil melihat kedua orang Bibinya yang belum juga menikah di usia matang menjadi wanita jahat dan pendengki. Dia ingin membuktikan pada dunia bahwa wanita yang tidak menikah bisa sangat baik hati, bisa produktif dan setara dengan laki-laki. Wanita tidak harus selalu menjadi Obyek lelaki, wanita juga bisa menjadi Subyek layaknya lelaki. Namun pada prosesnya untuk tidak menjadi Obyek dan menjadi Subyek kaum lelaki, A menjadi orang yang jahat: Hobi selingkuh, berkhianat dan menyakiti hati orang-orang yang mengasihinya dengan tulus.

A bukan orang yang bisa santai melihat ketidakadilan apapun itu bentuknya. A tidak menyukai rangkaian upacara penikahan pada agama dan budaya Patriarki apa saja di Indonesia, khususnya adat Jawa. "Mengapa pada resepsi adat Jawa hanya istri yang harus membasuh kaki suami, dan suaminya tidak? Mengapa pada akad ijab-kabul Islam, hanya istri yang mencium tangan suami, dan suaminya tidak?"

Kemudian kita mendapati disini, keputusan A untuk menikah juga karena rasa ketidakadilan yang dialami komunitas gerejanya. Dan saya mendapat kesimpulan sendiri bahwa: A memutuskan tidak menikah karena ketidakadilan yang diterima oleh wanita pada pernikahan. A memutuskan menikah (walau diakuinya, A dan Rik tidak pernah merasa telah menikah) karena ketidakadilan yang diterima oleh komunitas gerejanya. Pada Point ini logika saya belum masuk. Karena hidup terus berubah, kita tidak tahu akan seperti apa hidup kedepan? Dan pada peristiwa apalagi seorang A akan membuat sebuah keputusan atas nama ketidakadilan itu? Bisa jadi keputusannya pada masa depan nanti untuk memiliki dua orang suami atau keputusannya untuk bercerai, akan diikrarkannya atas nama ketidakadilan juga. Bisa jadi.

Karena semua hal yang perlu jawaban harus dilogikakan oleh A, seakan-akan tanpa perasaan. A memutuskan untuk tidak selingkuh dengan Rik saja juga dengan logika. Sebagai pembaca saya pun bertanya, sebelum dia melogikakan segalanya itu, adakah hatinya terlebih dahulu menjadi gelisah?

Dan point yang mengenai sakramen pernikahannya di gereja juga mengusik saya. Ketika A merasa sangat damai memasuki gereja tempat dia pertama kali melakukan pengakuan dosa untuk upacara pernikahannya. Seakan-akan ada kekuatan tak kasat mata yang menyetujui segala keputusan baiknya itu. Lalu ditemukannya hal yang damai dan kehidupan keluarganya menjadi lebih baik: Bibi gendutnya yang akhirnya menikah, keinginan Ibunya terpenuhi. Pada akhir cerita ditutup oleh keharuan yang menyedihkan akan kematian Nik, pria pertamanya. A merasa hidupnya baru akan dimulai saat itu, sedangkan hidup Nik sudah berakhir saat itu. Saya merasa bagian ini sangat pakai hati dan "tidak mikir" terasa tidak konsisten dengan kisah dan segala keputusannya yang sangat "mikir".

Pembaca bisa menemukan foto kecil Ayu Utami yang menggemaskan dengan senyum simpul khas anak kecil diletakkan pada akhir halaman. Saya menyimpulkan sendiri bahwa waktu pada foto tersebut adalah waktu dimana A memutuskan untuk memulai petualangannya. Petualangan Eks Parasit Lajang

Comments

  1. Ayu Utami menelanjangi dirinya sendiri, mengupas tuntas pemikirannya melalui buku Triloginya. Dan engga semua penulis dapat bertutur kata sejujur, selugas dia. Yah cuma memang harus hati-hati berpikir kritis mencermati tulisannya beliau. Ada banyak pelajaran eksplisit di balik kisah petualangannya. Jujur aja agak kecewa saat tahu akhirnya dia memutuskan untuk menikah. Tapi kekecewaan itu terbalaskan dalam Eks Parasit Lajang. Akh, aku ngefans berat ama si A. Nice review :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank you, Va. Keep Reading her! \o/

      Delete
  2. Aku lagi mau baca trilogi ini. Menarik reviewnya Aprie, tapi agak spoiler ahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Vi. Susah banget buatku kalau mau dibikin enggak spoiler. :(

      Delete
  3. Membaca karya-karyanya Ayu Utami adalah mengupayakan diri melihat struktur sosial ini dengan cara pandangan yang berbeda. Pendobrakan nilai-nilai sangat lantang disuarakan Ayu Utami, contoh, di dalam Saman dan Larung. Yang mana ia mendobrak terhadap nilai-nilai moral yang dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia.Saya membaca trilogi dari novel ini kira-kira 2 tahun lalu. Akibatnya dari membaca novel ini saya berfikir ulang, apakah ada kesahan otologis dalam diri saya untuk melihat realitas sosial. Saya juga bersedih ketika ia memutus untuk menikah, meski ia tidak bilang berselibat. hahaha
    Trima kasih atas artikelnya ini.

    ReplyDelete

Post a Comment

Hai, terima kasih sudah berkenan mampir ke blog Aprijanti.com

Saya membaca setiap komentar yang masuk. Jika ada pertanyaan penting, mohon untuk cek kembali balasan saya pada postingan ini, ya! Mohon maaf untuk setiap komentar dari unknown, spam, pornografi, judi, caci maki, dan komentar yang memiliki link hidup, akan saya hapus. Salam! :)