APRIJANTI

story, hobby, and beauty blog

Cerita Tentang Guru dan Kesan Setelah Kematian

Kemarin pagi Lynn datang ke ruangan, lalu jongkok di belakang saya, dan menangis di balik pintu.

Sebelumnya, seperti jam-jam kerja biasanya tiap pagi Lynn pasti menyapa di YM karena ruangan kami bekerja berbeda. Hanya sapaan ringan seperti "pagi sayang, what schedule today?" atau "malas kerja, ngantuk". Saya tahu dua minggu belakangan ini dia memang tertimpa masalah berat mengenai visa yang tidak kunjung beres. Dia rindu pulang ke rumah, ke China. Saya bisa mengerti perasaannya disini, rindu.


Lalu tiba-tiba saja dia mengetik OMG berulang-ulang sampai window chatting saya penuh dengan tiga huruf itu. "Guru waktu di SMA meninggal, I can't believe it!" Dia terus mengetik kata itu berulang-ulang lagi, saya tidak mengira ternyata berita duka itu memang menyakitkan buat dia. Saya pikir masalah visa sudah sangat menguras pikirannya jadi berita duka ini bagi saya hanya intermezo saja, ternyata salah. Bagaimana mungkin berita duka menjadi hanya sebuah intermezo ya, bodohnya!


Lynn bercerita tentang jasa guru itu, ketika SMA dia menerima santunan beasiswa. Guru berpikir dia pantas menerima itu karena pertimbangan kondisi ekonomi keluarganya. Dengan ego remajanya ditolak niat baik guru, dia merasa malu untuk menerima itu jika ada teman yang tahu. Tapi sang guru berkata dan membesarkan hatinya bahwa uang beasiswa bisa diambil di ruangan guru tanpa ada teman yang tahu. Lalu saat kelulusan guru membantunya untuk kedua kali. Saat semua siswa bertarung akan ujian pemilihan universitas, guru malah memberikannya Suggestion Letter secara cuma-cuma (dimana semua orang tua harus merogoh kocek agar anaknya bisa memperoleh itu) untuk masuk ke Guangzhou university tanpa tes. Guru berkata bakat terbesarnya adalah bahasa, dan Lynn harus masuk ke universitas tersebut.

Itu mengapa Lynn sangat berterima kasih atas hidupnya sekarang. Karena tanpa guru, dia bukan apa-apa saat ini, bisa berkerja di negeri orang dan menguasai tiga bahasa international. Dia ceritakan juga pernah suatu ketika ada satu murid menggunakan HP waktu ujian, guru lalu melempar HP tersebut ke depan kelas "jika ujianmu lulus akan saya ganti dengan yang baru". Cool! Guru muda, idealis, tegas, dingin namun perhatian dan penuh tanggung jawab atas nasib semua muridnya.

Saya selalu begitu takjubnya akan dedikasi penuh seseorang terhadap pekerjaan, apapun pekerjaannya terlebih lagi guru. Saya pernah menjadi guru, walau muridnya hanya dua ekor. Hal itu saja sudah membuat saya bangga ketika mereka berkata "nilai aku sepuluh!" Atau ketika mereka bercerita bahwa waktu upacara kenaikan kelas namanya disebut karena nilai matematikanya sempurna. Dia bangga, apalagi saya. ahh jadi rindu mantan murid, anak-anak hebatku :")

Lynn bertanya kenapa semua orang baik selalu cepat mati? Saya menjawab sesukanya saja, "mungkin karena dunia begitu buruk untuk seseorang yang begitu baik." Kata-kata saya sepertinya tidak tepat, nangis Lynn malah semakin kejer. Lalu Bos saya juga ikut menimpali "semua akan ada gilirannya Lynn, kamu tahu besok pun bisa jadi giliran saya".

Yang saya tahu, semua akan kembali ke asalnya. Seperti teori gravitasi.

Cerita Lynn membuat saya berpikir, apa yang membedakan makhluk mati dengan makhluk mati yang lainnya? Tidak ada. Semuanya sama-sama masuk kubur. Mungkin yang berbeda hanya kesannya saja. Seberapa besar kesan yang telah kita timbulkan untuk orang lain? sehingga, biarpun kkita mati kesan kita tetap hidup di hati.

Seberapa banyak orang yang menangis pilu ketika engkau mati? Seakan tidak percaya, seharusnya orang sepertimu bisa hidup seribu tahun lagi. Atau malah sebaliknya, ada yang menyumpahi supaya engkau cepat-cepat mati? Huufft... Semoga kita bukan bagian orang-orang tersebut

Benar ternyata kata komik QED. Orang baik dan orang yang berusaha baik itu akan sama baiknya.

Comments